KAJIAN
MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN
SUKU
TENGGER DESA NGADAS BROMO
(
Field Note)
Ika
Nofita Nurhayati
3401413089
Hari
ke-1 (31 Maret 2014)
Setelah
melalui perjalanan yang cukup melelahkan yaitu sekitar 12 jam akhirnya
rombongan kami tiba di Teminal Sukapura yaitu terminal terakhir tempat
pemberhentian bis untuk ke Bromo. Sangat dingin, dan kami masih harus
melanjutkan perjalanan ke Pananjakan dengan menggunakan mobil jeep karena bis
tidak boleh memasuki jalan pananjakan. Setiap jeep diisi oleh 6 penumpang.
Jalan yang naik turun dan berkelak-kelok cukup membuat perut mual dan kepala
pusing. Butuh waktuh sekitar 1 jam untuk sampai di puncak pananjakan. Meskipun
telah mengenakan jaket, namun rasa dingin tetap saja terasa hingga saya memilih
untuk menyewa jaket tebal seharga 10 ribu. Karena jeep tidak dapat naik sampai
puncak atau sampai tempat melihat sunrise
(matahari terbit), kami harus berjalan menaiki tangga. Tapi sunngguh
pemandangan yang sangat sayang untuk dilewatkan karena jutaan bintang
bertaburan dan rasanya sangat dekat jaraknya dengan kita. Ternyata bukan hanya
wisatawan dalam negri saja yang ingin menikmati sunrise tetapi banyak wisatawan luar negri yang juga datang kesini.
Setelah kurang lebih 2 jam menunggu akhirnya langit mulai cerah dan matahari
akan segera terbit. Benar-benar moment yang tidak boleh terlewatkan, segera
semua wistawan ingin mengabadikan moment tersebut. Setelah matahari mulai naik,
sekitar 06.30 rombongan kami menuju ke lautan pasir. Kembali perjalanan kami
menaiki jeep yang tadi pagi kami tumpangi. Perjalanan yang cukup mengerikan
karena melalui tebing-tebing dan turunan yang amat curam. Namun hal tersebut terbayarkan
dengan indahnya lautan pasir Bromo. Ketika jeep telah terparkir kami berjalan
menuju kawah bromo. Parkiran jeep memang cukup jauh dari tempat mendaki.
Di tengah lautan pasi terdapat salah satu
Pura yang dalam masyarakat Suku Tengger disebut dengan Pura Agung. Untuk sampai
dikawah Bromo kami harus berjalan melewati hamparan pasir dan 100 lebih anak
tangga. Sangat jauh rasanya. Setelah saya tahu ternyata ketika kita berada di
lautan pasir kita tidak boleh mengeluh seperti berkata “ jauh sekali, dingin
sekali, bau kotoran kuda, bau belerang” dan lain –lain karena hal tersebut
justru akan tambah terasa kuat. Sebagian penduduk Suku Tengger khususnya
laki-laki mempunyai mata pencaharian menyewakan kuda untuk perjalanan dari
parkiran sampai ke depan tangga. Harga yang ditawarkan cukup variatif, mulai
dari 20 ribu hingga 75 ribu. Menyewa kuda boleh untuk pulang pergi,
berangkatnya saja, atau pulangnya saja. Selain itu, sebagian ibu-ibu juga
menawarkan bunga Adelwais untuk oleh-oleh. Sekitar pukul 09.00 kami turun ke Desa
Ngadas (tempat observasi) untuk makan pagi. Dalam perjalanan kami melihat warga
yang sedang bertani tanaman kol, wortel, sampai stroberi. Dari supir Jeep kami
mendapat informasi bahwa kebun stroberi akan dijadikan argo wisata. Memang mayoritas
penduduk suku Tengger bekerja di ladang.
Kami makan pagi di samping Balai Desa
Ngadas. Setelah makan pagi, kami ke homestay untuk mengetahui letak homestay
dan dilanjutkan istirahat. Sekitar pukul 11.30 kami kembali ke balai desa untuk
mengikuti sarasehan dengan kepala desa dan tokoh adat Desa Ngadas. Pertama
dosen kami, Dr. Thriwaty Arsal, M.Si. selaku perwakilan dari jurusan memohon
ijin kepada Kepala Desa Ngadas untuk melakukan penelitian di Desa Ngadas.
setelah itu Kepala Desa Ngadas, Bapak Sumarsono memberikan sambutan dan
gambaran krcil penduduk Desa Ngadas. mulai dari jumlah penduduk, mata
pencaharian, pendidikan, dan karakter penduduk Desa Ngadas. Desa yang mayoritas
penduduknya bergama Hindu tersebut memiliki penduduk berjumlah 682 jiwa yang
terdiri dari 335 laki-laki dan 347 perempuan. Desa Ngadas berada di atas 1700 m
di atas permukaan laut. Dari Pak Kades kami juga mendapatkan informasi bahwa
terdapat paguyuban Jeep, paguyuban ojek, dan paguyuban souvenir yang
dikoordinasikan oleh kepala desa dari 6 desa. Bromo sendiri terletak di empat
kabupaten yaitu Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasururan,
dan Kabupaten Malang. Karena Pak Kades ada acara maka sarasehan dilanjutkan
oleh tokoh adat yang dalam masyarakat Ngadas disebut dukun yang bernama Dukun
Sasmito.
Dukun Sasmito menjelaskan bahwa berita
yang beredar selama ini tentang massyarakat Suku Tengger merupakan pelarian
dari Majapahit tidak mutlak kebenarannya. Masyarakat Tengger sudah ada sebelum
adanya pelarian Majapahit dan para pelari tersebut berbaur dengan masyarakat
Suku Tengger. Masyarakat Suku Tengger mempunyai kekeluargaan dan gotong royong
yang sangat kuat. Pak Dukun juga menjelaskan bahwa hindu di Tengger berbeda
dengan hindu di Bali yaitu pada kasta. Selain itu Pak Dukun menjelaskan untuk
menjadi dukun harus melewati proses pada hari raya Kasada. Setelah selesei kami
makan siang dan ke homestay untuk sholat. Kegiatan dilanjutkan observasi ke
rumah penduduk Desa Ngadas sekitar pukul 15.00. Kelompok saya berjumlah 11
orang kemudian dibagi lagi menjadi 3 kelompok. Kelompok saya terdiri dari Ika
Yuni, dan Anisa Maratus. Kami sempat bingung untuk mencari narasumber karena
ketika siang hari penduduk desa berada di ladang. Setelah berjalan ke arah
bawah kami bertemu dengan seorang ibu yang pulang dari ladang. Ketika kami
minta ijin untuk bermain di tempatnya ternyata ibu tersebut tidak keberatan.
Sungguh masyarakat Tengger sangat ramah dan welcome
terhadap para pendatang. Ibu yang kami datangi bernama Ibu Amel. Ibu Amel
mempunyai dua anak perempuan, yang pertama telah lulus SMK Pariwisata dan
bekerja di Hotel Yosi milik warga asing di Daerah Ngadas. Anak yang kedua masih
duduk di bangku taman kanak-kanak. Suami Ibu Amel bekerja di ladang yang
disewanya dari orang lain. Sedangkan Ibu Amel bekerja sebagai penjual makanan
di lautan pasir Bromo. Keluarga Ibu Amel beragama Islam. Setelah saya tahu
ternyata rumah Ibu Amel telah masuk wilayah Desa Wonokerto. Menurut Ibu Amel
meskipun penduduk Wonokerto beragama Islam dan harus berdampingan dnegan Desa
Ngadas yang beragama Hindu namun dapat selalu hidup rukun tanpa ada masalah.
Ketika kami sedang berbincang-bincang Bu Amel menawarkan kami untuk makan. Kami
menuju ke dapur milik Ibu Amel dan menjadi pengalaman pertama bagi kami merasakan
makanan khas Tengger yaitu sejenis buncis dan bakwan jagung. Yang tidak kalah
mengesankan adalah makan di depan tungku yang sedang menyala. Sembari makan
kami di temani oleh Bu Erna (kakak Ibu Amel). Anak Ibu Erna sekarang sedang
kuliah di Malang. Karena hari itu sudah sore akhirnya kami putuskan untuk
berpamitan.
Kelompok kami memilih untuk langsung
membuat Power Point karena hasil observasi akan dipresentasikan malam itu
juga.kami dijadwalkan untuk makan malam pukul 18.30. Setelah makan malam kegiatan
dilanjutkan dengan presentasi hasil observasi masing-masing kelompok.hasil
observasi dari kelompok kami kurang lengkap dan terdapat kesalahan lokasi
observasi. Kegiatan tersebut selesei pukul 00.00. kami kembali ke homestay
untuk istirahat.
Hari ke-2 (1 April 2014)
Saya bangun jam 05.30. sekitar pukul
07.30 kami ke balai desa untuk sarapan, namun sebelum itu kami membereskan tas
dan barang-barang karena sudah dijemput mobil. Setelah sarapan sekitar pukul
08.30 saya melanjutkan observasi bersama Ika Yuni dan Ulfa. Cukup sulit untuk
mencari narasumber karena pagi hari warga sudah pergi ke ladang. Akhirnya kami
bertemu dengan Ibu Jumati. Ibu Jumati mempunyai 3 anak yaitu dua anak laki-laki
dan satu anak perempuan. Dari Ibu Jumati kami mengetahui bahwa orang Hindu
beribadah 3 kali dalam sehari dan seperti orang islam ketika wanita haid maka
tidak boleh melaksanakan ibadah. Menurut Ibu Jumati darah Tengger selalu hidup
rukun, tidak pernah ada perselisihan dan selalu ramah meskipun dengan orang
yang berbeda kebudayaan. Ibu Jumati dan suami bekerja di ladang milik sendiri,
namun terkadang ikut membantu tetangganya. Dalam masyarakat Tengger tidak ada
larangan untuk menikah dengan agama lain. Biasanya adat akan mengikuti suami.
Menurut Ibu Jumati, orang yang dianggap kaya dapat dilihat dari kepemilikan
lahan yang luas dan pertanian yang banyak. Pendidikan tinggi tidak menentukan
ukuran kekayaan karena pendidikan tergantung pada kemauan anak. Ibu Jumati
mengatakan bahwa pekerjaan yang terdapat di Desa Ngadas antara lain karyawan
hotel, pedagang, kuli bangunan, supir Jeep namun mayoritas bekerja sebagai
petani sayur. Dalam Desa Ngadas ketika ada orang hamil diluar nikah maka
mendapat denda dan harus melakukan resik desa. Karena waktu itu Bu Jumati
sedang terburu-buru untuk pergi ke tempat saudaranya yang akan melakukan
Ntes-Ntes (sekelas selamatan untuk orang yang sudah meninggal) sehingga kami
putuskan untuk berpamitan.
Kami berjalan ke sampingrumah Bu Jumati
kemudian kami mampir ke rumah Ibu Wiwik. Beliau merupakan pendatang dari Desa
Sapi Kerep yang penduduknya beragama Islam. Ibu Wiwik telah melakukan pindah
agama dari 10 tahun yang lalu. Suami Ibu Wiwik bekerja sebagai guru di Desa
Jetak. Ketika kami bertanya tentang kehidupan sehari-hari warga di Desa Ngadas
jawaban yang kami peroleh hampir sama dengan jawaban dua narasumber sebelumnya.
Mereka selalu hidup rukun tanpa adanya perselisihan dan pertentangan. Ibu Wiwik
berkata bahwa tugas seorang dukun adalah pada saat pernikahan,orang meninggal
atau hajatan. Sedangkan ketika dalam persembahyangan yang memimpin adalah
pemangku adat atau sekelas pendeta. Orang akan diangkat sebagai pemangku adat
apabila benar-benar mengamati agama. Dalam agama Hindu disebut winten yaitu disucikan,tidak boleh sembrono,harus selalu
berbuat kebajikan dan ketika istrinya meninggal maka tidak boleh menikah lagi.
Ibu Wiwik menceritakan keluarga Pak Heri
yang seluru anggotanya beragama Islam namun tetap mengikuti adat agam Hindu
missal dalam upacara Karo. Ketika kami bertanya tentang pendidikan,jawaban yang
kami terima cukup menarik. Ibu Wiwik menceritakan kalau kuliah akan mempunyai
anak tanpa suami. Hal itu karena telah ada contoh sebuah keluarga yang paling
kaya di Desa Ngadas, yaitu saudaranya Pak Kades. Keluarga tersebut memiliki
ladang dan pertanian yang luas serta memiliki sebuah took besar yaitu Tiga
Putri. Yang tidak menenakan adalah ketika kami dengar bahwa keluarga tersebut
menggunakan cara yang nakal (perdukunan) untuk mendapat kekayaan. Keluarga
tersebut memiliki 3 orang anak perempuan yang semuanya kuliah di Malang. Namun,
mereka semua juga hamil di luar nikah. Sehingga yang di kenal di masyarakat
Ngadas adalah ketika kuliah akan hamil duluan. Selain itu ibu Wiwik menjelaskan
pernah ada orang yang mencuri kentang,sebagai hukumannya pencuri tersebut
dikalungi kentang dan berkeliling gang. Bu Wiwik menjelaskan ketika ada masalah
missal ada pencurian atau sejenisnya tidak akan main hakim sendiri. Hukum adat dalam
masyarakat Desa Ngadas tidak terlalu kuat mengikat. Sekitar pukul 10.00 kami berpamitan dan
kembali ke balai desa untuk mengikuti pelepasan dari Kepala Desa Ngadas.
Sekitar pukul 11.00 kami turun menuju
terminal Sukapura dengan mengendarai elf. Kami sampai di terminal Sukapura
sekitar pukyul 12.00 dan perjalanan langsung dilanjutkan ke Malang. Kami
berhenti di rumah makan daerah probolinggo untuk makan siang dan sholat.
Sekitar pukul 02.00 perjalanan di lanjutkan,namun rute dialihkan menjadi ke
pusat oleh-oleh terlebih dahulu. Sekitar 2 jam kami berada di pusat oleh-oleh,kurang
lebih pukul 17.30 kami ke hotel untuk check
in. setelah mandi,sholat dan makan perjalanan di lanjutkan ke Batu Night Spectacular (BNS). BNS
tidak jauh berbeda dengan Dunia Fantasi Ancol,hanya yang mermbedakan adalah
ketika menaiki wahan harus membayar lagi. Pukul 11.30 kami kembali ke hotel
untuk beristirahat.
Hari ke-3 (2 April 2014)
Saya bangun pukul 06.00. Setelah selesai
mandi dan beres-beres karena pukul 09.00 harus check out hotel, kami sarapan dahulu di lantai 3 hotel. Setelah
selesai sarapan dan check out hotel perjalanan di lanjutkan ke Jawa Timur Park 1.
Bermain di Jatim Park 1 sangat melelahkan karena lokasinya yang amat sangat
luas. Di Jatim park 1 kami di suguhkan berbagai macam pengetahuan dan rekreasi.
Yang ditawarkan di Jatim Park 1 antara lain kebudayaan dari berbagai suku yang
ada di Indonesia mulai dari kebudayaan Aceh sampai kebudayaan papua tak ada
yang terlewatkan. Selain itu juga terdapat sebuah gedung yang berisi tentang
para ilmuwan-ilmuwan dan temuannya, tentang zaman sejarah, kahidupan zaman
dahulu, dan lain-lain. Selain untuk edukasi, Jatim Park 1 juga menawarkan
sarana hiburan seperti wahana permainan untuk anak-anak, waterboom, taman ikan
dan lain-lain. Di bagian terakhir rute atau sebelum pintu keluar terdapat
beberapa stand-stand yang menawarkan pernak-pernik mulai dari accessories,
baju, tas dan makanan khas Kota Batu, Malang.
Sekitar pukul 12.00 kami keluar dari area
Jatim Park dan dilanjutkan perjalanan pulang ke Semarang. Namun kami berhenti
di rumah makan sekitar Jatim Park untuk makan siang. Setelah semuanya selesai
perjalanan dilanjutkan ke Semarang. Perjalanan diisi dengan tidur nyenyak
karena serangkaian kegiatan yang cukup menguras tenaga. Alhamdulillah pukul
00.30 kami sampai di Semarang tepatnya depan Gedung FIS dengan selamat.
0 komentar:
Posting Komentar