Chrome Pointer
S E L A M A T _ D A T A N G

Minggu, 11 Januari 2015

POLA DAN STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT DESA NGADAS, KEC. SUKAPURA, KAB. PROBOLINGGO



POLA DAN STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT DESA NGADAS, KEC. SUKAPURA, KAB. PROBOLINGGO
Bromo Selayang Pandang
            Gunung Bromo merupakan salah satu gunung yang berada di Provinsi Jawa Timur yang masih aktif dan terkenal sebagai objek wisata yang ada di Jawa Timur. Gunung Bromo mempunyai ketinggian 2.392 meter diatas permukaan laut dan berada di empat kabupaten, yaitu Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pasuruan.
Bentuk tubuh Gunung Bromo terdiri dari lembah dan ngarai dengan lautan pasir yang mempunyai luas sekitar 10 kilometer persegi. Selain lautan pasir Gunung Bromo juga mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah kurang lebih 800 meter (utara-selatan) dan kurang lebih 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo. Di sebelah selatan Gunung Bromo menjulang tinggi puncak Gunung Semeru.
            Suku Tengger adalah sebuah suku yang tinggal di sekitar Gunung Bromo, Jawa Timur, yaitu menempati sebagian wilayah Kabupaten Malang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Lumajang. Masyarakat Suku Tengger mayoritas beragama Hindu dan terkenal taat terhadap aturan-aturan agama Hindu. Namun Hindu di Tengger berbeda dengan Hindu yang berada di Bali, yaitu Hindu Dharma. Hindu yang berkembang di Tengger adalah Hindu Mahayana. Selain itu, masyarakat Tengger juga tidak mengenal adanya kasta sebagaimana yang ada di masyarakat Bali.
Masyarakat Tengger meyakini bahwa mereka keturunan langsung dari Majapahit. Asal usul nama Tengger berasal dari legenda Roro Anteng dan Joko Seger, yaitu kata “Teng” diambil dari akhiran nama “Roro Anteng” dan kata “Ger” diambil dari akhiran nama “ Joko Seger”. Suku Tengger merupakan penduduk asli Jawa yang hidup pada masa kejayaan kerajaan Majapahit. Mereka sangat menjunjung tinggi persamaan, demokrasi, dan kehidupan bermasyarakat.
Pola dan Struktur Sosial dalam Masyarakat Desa Ngadas
Desa Ngadas merupakan salah satu desa yang berada di kaki Bromo. Desa Ngadas berada pada 1700 meter di atas permukaan laut. Desa Ngadas memiliki penduduk berjumlah 682 jiwa yang terdiri dari 335 laki-laki dan 347 perempuan. Mayoritas penduduk Desa Ngadas beragama Hindu, hanya terdapat 5 orang muslim itupun karena mereka pendatang. 
Sebagian besar penduduk Desa Ngadas bermata pencaharian sebagai petani. Pertanian mereka adalah pertanian holtikultura yaitu 70 % kentang, 20 % kol, 10 % bawang, dan sisanya tumpangsari. Pada saat musim panen terdapat pedagang yang masuk ke dalam Desa Ngadas (tengkulak) sehingga mereka tidak repot-repot untuk menjualnya ke pasar. Dalam 1 (satu) tahun masyarakat Tengger khususnya  Desa Ngadas dapat panen 2 (dua) kali pada saat musim hujan. Pada musim kemarau, walaupun tidak ada kegiatan pertanian, mereka bekerja memelihara kambing dan sapi.
Desa Ngadas dipimpin oleh Kepala Desa seperti desa-desa lain pada umumnya. Namun yang menarik adalah karena Desa Ngadas memiliki Dukun. Dukun dalam desa Ngadas seperti tokoh yang dituakan atau tokoh yang sangat dihormati. Dalam segala kegiatan, misalnya hajatan, kematian, selametan, maka Dukun harus datang. Terdapat 3 (tiga) Dukun yng ada di Desa Ngadas yaitu Dukun Legen, Dukun Sunat, dan Dukun Sepuh. Untuk menjadi seorang Dukun, harus melewati proses pada hari raya Kasada. Selain itu, Dukun juga harus melakukan mutih yaitu makan makanan yang tidak mengandung garam dan tidak mengandung minyak.
            Dalam Desa Ngadas, Dukun dapat di peroleh oleh siapa saja yang pantas dan mampu melewati persayaratan menjadi seorang dukun. Keturunan seorang dukun belum tentu bisa menjadi dukun apabila tidak memenuhi persyaratan menjadi dukun.seorang dukun juga harus hafal mantra-mantra yang ada dalam ajaran Hindu. Seorang dukun tidak ada batasan dalam jabatannya.
Pada hari raya Kasada terdapat upacara dimana calon dukun mendapat wahyu dari Sang Hyang Widhi atau tidak. Dari beberapa calon dukun tersebut pasti akan ada salah satu yang lancar membacakan mantra dan banyak yang tidak lancar meskipun mereka telah menghafalkannya. Dengan kata lain, orang yang diangkat menjadi dukun ialah orang yang benar-benar menaati agamanya, dan bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam agama Hindu, seorang dukun harus melewati ritual winten yaitu disucikan, harus selalu berbuat kebajikan dan ketika istrinya meninggal maka tidak boleh menikah lagi. 
            Dukun Sasmito, seorang dukun Desa Ngadas, menjelaskan bahwa rumor yang beredar yang menjelaskan bahwa masyarakat Suku Tengger merupakan kaum pelarian dari Majapahit tidak serta merta benar. Sebelum adanya pelarian Majapahit, di sekitar Gunung Bromo sudah berpenghuni. Para pelarian tersebut kemudian berbaur dengan warga Gunung Bromo. Agama yang dianut masyarakat Suku Tengger sebelumnya juga bukan Hindu Tengger melainkan Hindu Dharma.
Masyarakat Tengger terkenal dengan keharmonisan dalam kehidupan sosialnya. Walaupun masyarakat Desa Ngadas harus hidup berdampingan dengan masyarakat Desa Wanarata yang beragama Islam, namun mereka dapat hidup rukun tanpa ada masalah. Bahkan dengan sesama warga Desa Ngadas yang beragama Islam. Keluarga Bapak Heri, satu keluarga yang beragama Islam di Desa Ngadas, tetap mengikuti adat dalam agama Hindu misalnya dalam upacara Karo dan lainnya. Pun sebaliknya, ketika agama Islam melaksanakan hari raya Idul Fitri, maka masyarakat Ngadas menghormati. Pada hari raya Nyepi, masyarakat Desa Wanarata yang beragama Islam menghormati masyarakat Desa Ngadas dengan tidak melewati atau bekerja di daerah Desa Ngadas.
Dalam masyarakat Desa Ngadas, kekayaan diukur dari kepemilikan lahan. Jika lahan yang ia miliki luas dan pertaniannya banyak maka dapat dikatakan jika keluarga tersebut kaya. Lahan tersebut dapat diperoleh dari warisan, kerja keras dan lain-lain. Warisan maksudnya adalah ketika orang tersebut dilahirkan dari keluarga yang memiliki lahan yang luas, maka lahan tersebut akan diwariskan kepada anakanya. Kerja keras maksudnya adalah lahan yang diperoleh dari hasil kerja keras orang tersebut, misalnya dengan bekerja dan mengumpulkan uang sehingga mampu untuk membeli lahan yang lebih luas.
Orang yang memiliki lahan banyak, maka akan mempekerjakan orang lain untuk menggarap sawahnya. Karena orang yang memiliki lahan sedikit juga akan tetap mencari pekerjaan tambahan. “Selain bekerja di ladang milik sendiri, suami saya juga bekerja di  ladang milik Pak Mulyono. Beliau merupakan salah satu orang yang memiliki lahan luas di Desa Ngadas.” Demikian tutur Ibu Amel.
            Pendidikan tinggi bukan merupakan ukuran kekayaan bagi masyarakat Desa Ngadas. dan bukan pula menjadi saluran untuk mendapatkan kekayaan. Tidak semua anak orang kaya di Desa Ngadas memiliki kemauan untuk sekolah. Terkadang justru anak orang yang sederhana namun dianggap mampu dan memiliki kemauan untuk bersekolah maka akan diusahakan oleh orang tuanya.
Pada saat terjadi erupsi Gunung Bromo, yaitu sekitar empat tahun yang lalu, sangat mempengaruhi aktivitas bagi masyarakat Desa Ngadas termasuk dalam aktivitas ekonomi. Getaran-getaran vulkanik terus-menerus terjadi selama kurang lebih delapan bulan. Dalam kurun waktu satu tahun masyarakat Desa Ngadas tidak bisa panen, alhasil masyarakat hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah.
Rumah penduduk Tengger dibangun di atas tanah, yang sebisa mungkin dipilih pada daerah datar, dekat air, atau kalau terpaksa dipilih tanah yang dapat dibuat teras, dan jauh dan gangguan angi. Rumah-rumah letaknya berdekatan atau menggerombol pada suatu tempat yang dapat dimasuki dan berbagai jurusanya yang dihubungkan dengan jalan sempit atau gak lebar antara satu desa dengan desa lain. Desa induk yang disebut Jcrajan biasanya terletak di tengah dengan jaringan jalan-jalan yang menghubungkan dengan desa lain.
Penduduk Desa Ngadas memiliki tingkat pendidikan yang tidak begitu rendah. Terdapat 3 (tiga) orang yang lulus sarjana (S1), 62 (enam puluh dua) orang lulus SMA, 120 ( seratus dua puluh) orang lulus SMP dan sisanya lulus SD/ tidak sekolah. Namun sekarang mulai banyak anak yang tertarik untuk sekolah di SMK Pariwisata. Penduduk Desa Ngadas kurang tertarik untuk meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Hal itu dikarenakan asumsi warga ketika meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi maka akan hamil duluan. Mengapa demikian?
Dari cerita Ibu Wiwik di Desa Ngadas ada sebuah keluarga yang menurut cerita Ibu Wiwik adalah orang kaya di desa tersebut. Keluarga tersebut memiliki tiga orang putri dan semuanya meneruskan kuliah di universitas di daerah Malang. Dari ketiga putri tersebut, dua diantaranya hamil pada saat kuliah dan satu lagi hamil setelah masuk di dunia kerja. Namun, semuanya hamil ketika masih berstatus  belum menikah. Oleh karena itu, masyarakat Desa Ngadas sangat berhati-hati dalam menjaga anak perempuannya.
Pembangunan sebuah rumah selalu diawali dengan selamatan, demikiah pula apabila bangunan telah selesai diadakan selamatan lagi. Pada setiap bangunan yang sedang dikejakan selalu terdapat sesajen, yang digantungkan pada tiang-tiang, berupa makanan, ketupat, lepet, pisang raja dan lain-lain. Bangunan rumah orang Tengger biasanya luas sebab pada umumnya dihuni oleh beberapa keluarga bersama-sama. Ada kebiasaan bahwa seorang pria yang baru saja kawin akan tinggal bersama mertuanya.
Tiang dan dinding rumahnya terbuat dan kayu dan atapnya terbuat dan bambu yang dibelah. Setelah bahan itu sulit diperoleh, dewasa ini masyarakat telah mengubah kebiasaan itu dengan menggunakan atap dan seng, papan atau genteng.
Alat rumah tangga tradisional yang hingga sekarang pada umumnya masih tetap ada adalah balai-balai, semacam dipan yang ditaruh di depan rumah. Di dalam ruangan rumah itu disediakan pula tungku perapian (pra pen) yang terbuat dan batu atau semen. Perapian ini kurang lebih panjangnya 1/4 dari panjang ruangan yang ada. Di dekat perapian terdapat tempat duduk pendek terbuat dari kayu yang dalam bahasa Jawa disebut dingklik yang meliputi kurang lebih separuh dan seluruh ruangan.
Masyarakat Suku Tengger merupakan kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia. Dengan segala yang dimiliki oleh Suku Tengger menambah kegaguman bagi setiap yang mengetahuinya. Termasuk masyarakat Desa Ngadas di dalamanya. Keharmonisan merupakan identitas dari masyarakat Tengger. Masyarakat tanpa perselisihan dan selalu hidup rukun dengan siapa pun. Masyarakat yang mengandalkan kebaikan dan keberadaan Gunung Bromo dalam segala aktivitasnya, termasuk dalam kegiatan perekonomiannya. Masyarakat yang selalu taat dengan agama dan ajaran Hindu serta selalu menghormati warisan-warisan luhur nenek moyangnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes